Masalah Ushalli ini dalam istilah ilmu fiqih ada yang menamakannya dengan "Masalah Talaffudz bin Niyah Qubailit Takbir", yang berarti "Mengucapkan apa yang diniatkan sesa'at sebelum Takbir".
Imam Nawawi, seorang ulama besar dalam lingkungan Madzhab Syafi'i yang lahir pada tahun 630 dan wafat 676H, telah menulis masalah ini dalam "Minhajut Thalibin" mengatakan "Dan sunnah mengucapkan Niat itu sesaat sebelum takbir". Kitab ini sudah di Syarahkan oleh banyak ulama-ulama, seperti : Syaikh Jalaluddin Al-Mahalli (wafat 835H) dengan "Kitab Al-Mahalli", Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974H) dengan "Kitab Tuhfatul Muhtaj Ila Syahril Mihaj"(10 jilid), Imam Khatib Syarbini (Wafat 977H) dengan "Kitab Mughni Al-Muhtaj Ila Ma'rifati Ma'ani Al-Fhazil Minhaj", Imam Syamsudin Ar-Ramli (wafat 1004H) dengan "Kitab Nihayatul Muhtaj Ila Syarhil Minhaj" (8 jilid) dan masih banyak lagi.
Jadi tidak heran lagi kalau Ummat Islam di Indonesia sedari dulu sampai sekarang membaca Ushalli ketika Akan Takbir, karena kitab-kitab diatas tersebar luas diIndonesia. Akan tetapi sayang sekali, sejarah mencatat pula, bahwa kitab-kitab Ibnu Taymiyah cs, tidak menyukai Ushalli -+ 60th yang lalu masuk juga ke Indonesia dan memecah belah faham dikalangan Ummat Islam diIndonesia.
Kami pada mulanya pun enggan membicarakan masalah ini, tapi karena kami dianggap orang yang salah jalan oleh sebagian golongan, dan dianggap amalan Kami tidak berdalil dan tidak mempunyai dasar yang kuat oleh mereka, maka itu akan kami jabarkan sedikit tentang masalah ini, dengan harapan bahwa Amalan kami pun berdalil dan mempunyai dasar yang kuat.
Arti Niat dalam bahasa Indonesia ialah Maksud
Kalau dikatakan "Saya berniat hendak pergi ke Mekkah tahun dimuka" Maka itu berarti bahwa saya bermaksud hendak pergi ke Makkah tahun depan.
Ada juga niat itu berarti Tujuan
Kalau dikatakan "Saya berniat mencari uang untuk membuat rumah", maka itu berarti bahwa tujuan mencari uang itu ialah untuk membikin rumah.
Ada pula arti niat itu Nazar
Umpamanya dikatakan "Kalau ibu saya yang sakit ini sembuh, saya berniat akan potong kambing dan mengadakan selamatan", ini berarti saya bernadzar, kalau ibt saya sembuh saya akan menyembelih kambing dan bikin selamatan.
Dan arti Niat dalam bahasa arab yaitu sengaja atau menyengaja dalam hati,
قصد شيء مقترنا بفعله.
"Menyengaja memperbuat sesuatu serempak dengan memperbuat sesuatu itu."
Definisi atau Ta'rif yang serupa ini diterangkan dalam kitab-kitab fiqh yang Mu'tamad, diantaranya :
النية شرعا قصدالشيء مقترنا بفعله.
"Niat itu menurut Syari'at Islam ialah, Menyengaja memperbuat sesuatu diserempakkan dengan memperbuat sesuatu itu." (Kitab : Qaliyubi Juz 1 hal 140).
أما شرعا فهو قصد الشيء مقترنا بفعله، أى قصد شيءالذى يريد فعله حال كون ذالك القصد مقترنا بفعل ذالك شيء.
"Adapun yang dikatakan niat menurut syara' ialah menyengaja memperbuat sesuatu serempak dengan mengerjakan sesuatu itu, yakni menyengaja memperbuat sesuatu yang dikehendaki memperbuatnya, dan sengaja itu diserempakkan dengan memperbuat sesuatu itu." (kitab : I'anatuth Thalibin Juz 1 hal 136).
Maka kalau dicontohkan dalam Shalat berarti niat itu diletakkan pada permulaan Shalat, yaitu ketika Takbir. Dan kalau dicontohkan pada ibadah Haji maka niat itu wajib ketika telah memakai pakaian Ihram dan mulai membaca Talbiyah. Dan kalau dicontohkan ketika memberikan Waqaf maka niat itu mesti diletakkan ketika memberikan benda wakaf itu, yakni diniatkan dalam hati bahwa menyengaja memberikan harta waqaf itu untuk masjid semata-mata karena Allah Ta'ala.
Kedudukan Niat dalam Ibadah sangat penting sehingga menentukan sah atau tidaknya suatu Ibadah yang dikerjakan.
إنماالأعمال بالنيات
"Sesungguhnya sekalian amal Ibadah itu mesti dengan Niat" (HR Bukhari dll).
Maka niat itu adalah Rukun atau tiang dari segala Ibadah. Dibutuhkan niat dalam hati untuk menjelaskan apakah pekerjaan yang kita buat itu pekerjaan Ibadah atau pekerjaan biasa, contohnya :
1. Gerakan Shalat sama dengan gerakan berolah raga.
2. Berpuasa sama dengan diet
3. Mandi, ada mandi semata-mata membersihkan diri dan ada mandi wajib setelah bersetubuh atau setelah haid.
4. Pergi ke Makkah untuk Naik haji sama dengan pergi ke Makkah untuk tamasya.
5. Berwudlu membasuh muka dan tangan sama saja dengan membasuh muka sesudah tidur atau sesudah bekerja. Dan masih banyak lagi.
Hukum dalam Madzhab Syafi'i telah menetapkan, bahwa niat Shalat itu mesti serempak dengan permulaan Shalat, tidak boleh terdahulu dan tidak boleh terkemudian. Seperti dalam kitab Al-'Umm Imam Syafi'i mengatakan bahwa :"Niat tidak dapat menggantikan kedudukan takbir, namun niat tidak cukup apabila tidak disertai takbir, niat tidak mendahului takbir dan tidak pula sesudahnya".
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan : Dalam hadits إنماالأعمل بالنيات. dari kata "bi" atau "dengan" itu menunjukan serempak, karena "bi" itu menunjukan "Mushahabah" yakni bertemu. Jadi arti yang sebenarnya :"bahwasanya segala amalan itu mesti "bertemu" dengan niat, tidak terdahulu dan tidak terkemudian." (Kitab : Fathul Bari Juz 1 hal 14)
Niat dalam Shalat adalah "rukun", tidak sah shalat tanpa niat. Fatwa ini sepakat Imam 4 yaitu Syafi'i ,Hanafi, Maliki, dan Hanbali.
أما حكم النة فى الصلاة فقداتفق الأئمة الأربعة على أن الصلاة لا تصح بدون نية.
"Adapun hukum niat dalam shalat maka telah sepakat Imam yang berempat, bahwasanya shalat tidak sah kalau tidak pakai niat". (kitab : kitabul fiqhi al-Madzhabil 'Arba'ah Juz 1 hal 210).
Yang wajib dalam niat shalat itu adalah 3 unsur :
1. قصد = Sengaja memperbuat
Maka tidak sah shalat orang yang tidak ada kesengajaannya untuk shalat, umpamanya ia hanya berkata-kata ngawur atau icak-icak saja.
2. تعرض = Menyatakan sifat Shalat, fardu atau sunnah
Ini mesti, supaya berbeda apakah yang dikerjakannya shalat sunnah atau shalat fardu.
3. تعن = Menegaskan shalat apa.
Umpamanya shalat Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, Idul Fitri, Idul Adha, Tarawih, dll.
Tiga unsur inilah yang wajib dinyatakan dalam niat, disamping itu ada lagi unsur-unsur lain yang sunnah dikemukakan dalam niat, yaitu :
1. Menyatakan raka'atnya, yaitu, dua, tiga atau empat. Ini supaya tentu duduknya.
2. Menyatakan menghadap Kiblat. Ini meyakinkan bahwa kita benar-benar Shalat dengan menghadap kiblat.
3. Menyatakan Tunai atau Qadla. Ini menjelaskan apakah shalat itu shalat tunai dilakukan dalam waktunya atau qadla yang dilakukan diluar waktunya.
4. Menyatakan karena Allah. Ini menegaskan keikhlasan.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah :
- Niat itu terletak dalam hati bukan dibaca
- Niat itu mesti "muqaranah" yaitu serempak dengan permulaan ibadah, tidak boleh terdahulu dan terkemudian, kecuali ibadah puasa.
- Ibadah Shalat itu dimulai dengan Takbir, dan niat dalam hati diletakkan serempak dengan takbir.
Contoh : lidah membaca "Allahu Akbar" dan hati mengatakan "Aku niat Shalat Subuh 2 rakaat...dst".
- Muqaranah ada dua macamnya yaitu :
a. Muqaranah haqiqiyah, yaitu serempak betul, dalam artian bahwa permulaan niat itu benar-benar pada ketika membaca "Allahu" dan ini mulai berniat dalam hati,lalu "Akbar" akhir "ra" sudah selesai berniat.
b. Muqaranah Urfiyah, yaitu tidak serentak betul, dalam artian keseluruhan niat itu terlintas hadir dalam hati ketika membaca "Allahu Akbar".
- Adalah sangat dilarang dan tidak sah shalat kalau hati kosong, tidak terpikir dan tidak berniat apa-apa ketika membaca Allahu Akbar.
Dan di akui oleh para Ulama Ahli Fiqh bahwa sangat sulit untuk menghadirkan niat keseluruhannya pada ketika Takbir, apalagi kalau shalat itu tidak bersungguh-sungguh apabila tidak di bantu dengan lafadz niat pada saat sebelum takbir.
Baik diperhatikan betul, bahwa membaca Ushalli itu bukan Niat, karena niat itu terletak dalam hati bukan di lisan, dan pula membaca Ushalli itu sebelum takbir, sedang niat dihadirkan dalam hati pada ketika membaca takbir. Jadi tidak cukup kalau dalam shalat hanya membaca Ushalli saja, tetapi tidak berniat pada ketika takbir. Dan membaca Ushalli adalah Sunnah.
Tersebut dalam kitab "Minhaj", karangan Imam Nawawi Rahimahullah, seorang Ulama besar dalam lingkungan Madzhab Syafi'i yang "Mujtahid Fatwa", dan kitab beliau adalah kitab fiqh induk yang menjadi ibu dari sekalian kitab fiqh yang dikarang oleh ulama-ulama yang zamannya terkemudian dari beliau, begini beliau mengatakan :
والنية باالقلب ويندب النطق قبيل التكبير.
"Dan niat itu dalam hati. Sunnah mengucapkannya sebelum takbir." (kitab : Minhaj bab bab Shalat).
Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat : 974H), pengarang kitab "Tuhfah", yaitu Syarah Minhajut Thalibin, berkata :
ويندب النطق بالمنوى قبيل التكبير ليساعد السان القلب وخروجا من خلاف من أو جبه وإن شذ وقياسا على ما يأتى فى الحج.
"Dan sunnah mengucapkan apa yang diniatkan, sesa'at sebelum takbir, gunanya supaya lisan dapat menolong hati, juga karena ada orang yang mengwajibkannya, dan pula dikiaskan kepada apa yang terjadi dalam mengerjakan haji." (kitab : Tuhfatul Muhtaj, Juz 2 hal 12).
Imam Ramli (wafat : 1004H), pengarang kitab fiqh besar "Nihyatul Muhtaj", begini :
ويندب النطق بالمنوى قبيل التكبير ليساعد السان القلب ولأنه أبعد عن الوسواس وللخروج من خلاف من أوجبه.
"Sunnah mengucapkan yang diniatkan itu (membaca Ushalli) sesa'at sebelum takbir, gunanya supaya lidah dapat menolong hati, untuk menjauhkan waswas dan jangan terlalu jauh dari ulama yang memfatwakan wajibnya." (kitab : Nihayatul Muhtaj Juz 1 hal 437).
Imam Khatib Syarbini (wafat 997H), dalam "Mughni al Muhtaj, sebuah kitab fiqh Madzhab Syafi'i mengatakan :
ويندب النطق بالمنوى قبيل التكبير ليساعد اللسان القلب ولأنه أبعد عن الوسواس.
"Dan sunnah mengucapkan apa yang diniatkan sesa'at sebelum takbir, gunanya supaya ucapan itu dapat menolong menyegerakan niat kedalam hati, dan juga untuk menjauhkan waswas." (kitab : Mughni al Muhtaj Juz 1 hal 150).
Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari (wafat 926H), dalam Kitab fiqh Fathul Wahab, mengatakan :
ونطق بالمنوى قبيل التكبير ليساعد اللسان القلب.
"Dan sunnah juga mengucapkan apa yang diniatkan, supaya bacaan bisa menolong hati." (kitab : fathul wahab, jilid 1 hal 38).
Syaikh Zainuddin al-Malibari, dalam kitab Fathul Mu'in, mengatakan :
وسن نطق بمنوى قبل التكبير ليساعد اللسان القلب وخروجا من خلاف من أوجبه.
"Dan sunnah mengucapkan yang diniatkan, sebelum takbir, gunanya supaya bacaan dapat menolong hati, dan supaya jangan terlalu jauh dari fatwa orang yang memfatwakan wajib." (kitab : fathul mu'in bab Shalat).
Beliau-beliau itu semuanya ulama-ulama besar panutan Ummat.
Allah Swt berfirman :
ومآ أمرواإلا ليعبدواالله مخلصين له الدين.
"Dan tiadalah mereka (manusia) diperintah kecuali untuk beribadah menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah hanya semata-mata untuknya." (QS Al-Bayyinah : 5)
Didalam ayat ini Imam Qurtubi mengatakan : "Ini suatu dalil bahwa niat itu wajib dilakukan dalam segala Ibadah, karena "Ikhlas" itu adalah pekerjaan hati, yaitu sengaja bahwa semuanya itu dikerjakan semata-mata karena Allah, tidak karena yang lain." (kitab : tafsir Qurthubi, Juz 10 hal 144).
Dalam Hadits Shahih
عن عمر ابن الخطاب رضى الله عنه أنه قال؛ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ؛ إنماالأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى.
"Dari Sayyidina Ummar bin Khattab Ra. Beliau berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda : Bahwasanya seluruh Ibadah dengan niat, dan yang didapat manusia hanya yang diniatkannya." (Shahih Bukhari Juz 1 hal 6).
Hadits ini Hadits Shahih, muttafaqun 'alaih yang dirawikan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nisai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Daud.
Dalil selanjutnya dengan menggunakan bahasa Qias yakni di qiaskan dengan "membaca niat" dalam shalat dengan niat dalam ibadah haji.
عن عمررضى الله عنه يقول ؛ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم بوادى العقيق يقول ؛ أتانى الليلة آتى من ربى فقال ؛ صل٠٠٠ هذاالواد المبارك وقل عمرة فى حجة.
"Dari Sayyidina Umar Ra. Berkata : saya mendengar Rasulullah Saw bersabda di wadi' aqiq : telah Datang tadi malam pesuruh dari Tuhanku, Ia memerintahkan supaya kita Shalat dilembah yang diberi berkat ini. Dan ucapkanlah "Ini Umrah dalam haji". (HR Imam Bukhari Juz 1 hal 189 - fathul Bari Juz 4 hal 135).
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa Nabi Saw menyuruh melafadzkan niat haji, yaitu beliau katakan قل yang berarti "ucapkanlah", diucapkan dengan lisan dan diniatkan dalam hati. Maka Imam Ibnu Hajar al Asqalani mengatakan dalam Tuhfah bahwa Ushalli ini Qiyaskan kepada haji, sebagai tersebut diatas, Qias adalah salah satu sumber hukum agama.
Juga dalam Hadits Muslim
عن أنس رضى الله عنه قال ؛ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم، لبيك عمرة وحجا.
"Dari Anas bin Malik beliau berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Saw, mengucapkan "Labbaik, Aku sengaja mengerjakan 'umrah dan haji." (HR Muslim - Syarah Muslim Juz 8 hal 216).
Ibadah haji sama dengan ibadah shalat, Nabi mengucapkan niat haji dengan lisan seperti hadits diatas. Itulah yang dinamakan Qiyas. Dan berkata Imam Qasthalani dalam kitab "Al Mawahibul Laduniyah", begini :
واللذى استقر عليه أصحابنااستحباب النطق بها وقاسه بعضهم على مافى الصحيحين من حديث أنس أنه سمع النبى صلى الله عليه وسلم يلبى بالحج والعمرة جميعا يقول ؛ لبيك عمرة وحجا، وفى البخارى من حديث عمر سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول وهو فى وادى العقيق أتانى اليلة آت من ربى فقال ؛ صل فى هذاالوادى المبارك وقل عمرة فى حجة، وهذا تصريح باللفظ والحكم كما يثبت بالنص يثبت بالقياس.
"Dan yang telah tetap dalam fatwa sahabat-sahabat kita (Ulama-ulama dalam lingkup madzhab Syafi'i), Sunnah hukumnya membaca Ushalli itu. Sebagian Ulama itu mengqiyaskan kepada yang tersebut dalam kitab Shahih sebuah hadits dari Anas bin Malik, bahwa beliau mendengar Rasulullah mengucapkan :"Labbaika, saya sengaja mengerjakan Umrah dan Haji". Dan didalam Hadits Bukhari dikatakan, bahwa Nabi menyuruh sahabat-sahabatnya melafadzkan niat dan shalat diwadi "Aqiq". Ini jelas dengan "ucapan". Hukum itu sebagaimana ditetapkan dengan Nash ditetapkan juga dengan Qiyas." (kitab : Mawahibul Laduniyah, Juz 2 hal 217-218).
Kesimpulan dari akhir kalimat kami katakan bahwa membaca Ushalli adalah Sunnah, seperti yang telah dilakukan Ulama-ulama Salaf maupun khalaf yang terdahulu. Sekian adanya.
أوليه مديس ألبتاوى
www.majlas.yn.lt
Cantik itu relatif
Tampan itu relatif
Pintar itu relatif
Bodoh itu relatif
Kaya itu relatif
Miskin juga relatif
Karena memang diatas langit masih ada langit