Madzhab Syi'ah asalnya bukan suatu madzhab dalam bidang hukum, melainkan suatu kelompok politik yang berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Nabi wafat adalah Ali bin Abi Thalib. Jadi bukan Abu Bakar, Utsman maupun Umar, dengan demikian Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam menduduki kursi Khalifah tidak sah, bahkan merampas hak Ali bin Abi Thalib.
Setelah Ali wafat maka yang berhak menjadi khalifah adalah anak keturunan Ali. Jadi orang yang akan menjadi khalifah adalah orang yang telah mendapat wasiat dari orang yang akan meninggal, sedangkan orang yang diberi wasiat adalah orang terdekat dengan Rasul atau keluarga Nabi. Dalam hal ini orang yang terdekat dengan Rasul adalah Ali bin Abi Thalib, karena Ali merupakan saudara sepupu dari Rasul dan sekaligus menantu Rasul.
Golongan Syi'ah berpendapat bahwa pengangkatan atau pemilihan kepala pemerintahan atau khalifah, termasuk rukun Islam maka hukumnya menjadi wajib untuk dilaksanakan oleh Umat Islam. Jadi belum sempurna iman seseorang kalau belum melaksanakan hal itu, oleh sebab itu Madzhab Syi'ah tidak saja menjadi madzhab politik tetapi juga Madzhab Fiqh.
Kalau diperhatikan sepintas Madzhab Syi'ah itu sama dengan Madzhab Sunni, tetapi dalam pelaksanaannya dan juga pengertiannya terdapat perbedaan prinsipil, meskipun antara keduanya mempunyai sumber yang sama.
Perbedaan yang terjadi antara kedua Madzhab ini, terjadi dalam masalah Furu'iyah misalnya :
a. Menurut Madzhab Sunni bahwa hadits itu adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir Rasulullah SAW.
b. Menurut Syi'ah bahwa hadits itu adalah perbuatan, perkataan dan taqrir serta imam-imam Syi'ah (kesemuanya itu disebut hadits atau sunnah Rasul).
Lebih tegas lagi bahwa yang berhak menjadi Khalifah setelah Rasul wafat adalah Ali bin Abi Thalib, kemudian Husein, Ali Zainal Abidin dan seterusnya.
Dalam hal pengangkatan Khalifah (prosedurnya) terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama Syi'ah yaitu :
a. Sebagian pendapatnya bahwa pengangkatan khalifah ditunjuk oleh Khalifah sebelumnya, dengan syarat harus keturunan Fathimah putri Rasulullah SAW.
b. Sebagian yang lain berpendapat harus melalui musyawarah dan juga harus dari keturunan Fathimah binti Rasulullah SAW.
Dari kedua golongan diatas, maka Madzhab atau golongan pertama diikuti oleh golongan Syi'a Imamiyah, sedangkan golongan kedua diikuti oleh Syi'a Zaidiyah.
Selain kedua madzhab Syi'ah diatas, masih banyak madzhab Syi'ah lainnya.
Golongan Syi'ah Imamiyah
Golongan ini disebut juga golongan "Itsna Asyrian" (Imam yang dua belas), golongan ini berpendapat bahwa tidak ada Imam lain yang wajib diikuti, melainkan imam yang dua belas tersebut. Kedua belas Imam tersebut adalah :
- Ali bin Abi Thalib
- Hasan bin Ali
- Husein bin Ali
- Ali Zainal Abidin
- Muhammad Al-Bakir
- Ja'far Ash-Shidqi
- Nusa bin Ja'far
- Ali Ar-Ridha bin Musa
- Muhammad Al-Jawad
- Al-Hadi
- Hasan Al-Asy'ariy
- Muhammad Al-Mahdi
Menurut Syi'ah Imamiyah bahwa Imam Al-Mahdi itu sampai sekarang masih hidup, tetapi bersembunyi dan akan muncul setelah hari atau pada waktu yang telah ditentukan Allah SWT, sebelum datang hari Kiamat.
Selain Ali bin Abi Thalib, masih terdapat seorang Imam diantara yang dua belas itu, yaitu Ja'far As-Shidqi yang wafat tahun 148 H. Beliau terkenal dengan ilmu-ilmunya dalam bidang agama dan filsafat. Ia pernah belajar dalam satu perguruan dengan Imam Abu Hanifah, ini berarti ada kesamaan latar belakang pendidikanny, dan hal inilah yang mungkin menyebabkan cara berfikir antara keduanya hampir sama, tetapi lebih positif dan rasional daripada Abu Hanifah. Namun sayang, murid-muridnya banyak yang menyimpangkan ajaran yang dibawanya.
Demikian juga golongan Imamiyah yang fanatik menyimpangkan ajarannya, sehingga seakan-akan pokok ajaran Syi'ah itu berasal dari fatwa Ja'far As-Shidqi, padahal sebenarnya bukan demikian, melainkan dari orang lain yang bermadzhab Syi'ah.
Pada dasarnya golongan Sunni, Syi'ah Imamiyah juga menetapkan hukum berdasarkan pada, Al-qur'an, As-Sunnah, Al-Ijma, akal fikirannya. Jadi dasar hukum yang utama adalah Al-Qur'an dan kemudian Sunnah Nabi.
Mengenai antara Syi'ah dengan Sunni dalam hal hadits adalah bahwa Syi'ah hanya mengakui hadits yang diriwayatkan oleh Imam-imam mereka. Kalau Imam mereka tidak ikut meriwayatkan, maka tidak diterima dan tidak dijadikan dasar dalam beristimbath. Begitu juga dalam golongan Sunni.
Ada beberapa kitab pokok dalam Madzhab Syi'ah yang dijadikan pedoman dalam penetapan hukum, yaitu :
a. Al-Kaafi, disusun oleh Ja'far Muhammad bin Ya'kub Al-Kulaini.
b. Nan Yandhurul Faqih, dikarang oleh Abu Ja'far Muhammad Ali Husaini.
c. At-Tahzib
d. Al-'Itibar dan At-Tahzib dikarang oleh Muhammad bin Hasan.
Dalam Madzhab Syi'ah Imamiyah ini terdapat perbedaan pendapat dalam menggunakan akal yang dijadikan sumber penetapan dalam hukum Islam, yaitu :
1. Golongan Akhbariyah dalam menetapkan hukum hanya berpegang kepada Al-Qur'an dan Hadits yang terdapat dalam kitab pokok yang empat saja, karena hadits yang ada daka kitab pokok itu adalah Shahih. Meskipun demikian masih ada yang mempelajari dan menggunakan ushul Fiqh dan kaidahnya, hanya saja sejumlah sangat terbatas.
2. Golongan Ushuliyyin, golongan ini dalam menetapkan hukum menggunakan ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya, oleh karena itu mereka meneliti hadits yang terdapat didalam kitab pokok yang empat, dan kalau ternyata Shahih baru mereka gunakan sebagai dasar untuk berhujja, sebab dalam kitab Ayyaamusy-Syi'ah, diterangkan bahwa tidak semua hadits yang terdapat dalam kitab pokok empat Shahih.
Dengan demikian hadits yang terdapat kitab pokok yang empat itu, masih ada yang hasan, dan dla'if. Demikian pula masih ada ulama Syi'ah yang mau melakukan Ijtihad seperti , Ahmad Al-Junaid Al-Iskafi, dan Muhammad Ibul 'Aqil.
Pada mulanya imam Syi'ah telah melaksanakan ijtihad, mengikuti metode yang dilaksanakan oleh Imam Syafi'i, dalam menetapkan suatu hukum, tetapi lama kelamaan mereka menetapkan ushul fiqh sendiri dan beristimbath dengan caranya sendiri pula, dan mereka berijtihad menggunakan maslahat tidak dengan qiyas.
Golongan Syi'ah Zaidiyyah
Syi'ah Zaidiyyah didirikan oleh seorang keturunan Fathimah binti Muhammad, yang bernama Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, beliau wafat dalam usia 44 tahun karena terbunuh oleh Yazid Ibnu Muawiyyah, sewaktu perang tahun 122 H.
Zaid mula-mula belajar pada orang tuanya sendiri, setelah ayahnya wafat ia belajar bersama-sama seperguruan dengan Ja'far As-Shidqi, yaitu perguruan keluarga Rasulullah SAW, yang pada waktu itu diasuh oleh Muhammad Al-Baqir, kemudian beliau pergi ke Basrah belajar dengan Washil bin Atha' ulama Mu'tazilah dan ulama-ulama lain dari berbagai aliran.Setelah Zaid kembali ke Madinah, ia bekerja sebagai guru atau ulama, tetapi ia selalu diawasi oleh pemerintah yang waktu itu dipegang oleh Khalifah dari keluarg Ammawiyyah, karena dicurigainya, maka beliau merasa seakan-akan dipojokkan dan tidak dibebaskan untuk bergerak sebagai seorang guru atau ulama, maka ia meninggalkan Madinah dan pergi ke Kufah.
Setelah berada di Kufah, ia mendapat pengikut sebanyak 40 ribu pengikut, akibatnya terjadi perselisihan yang menyebabkan peperangan antara pihak Zaid dengan pemerintah yaitu pemerintahan Ammawiyyah dan Zaid mati terbunuh.
Para Ulama memang mengagumi keahlian Zaid dalam beberapa cabang ilmu, antara lain dalam bidang ilmu Al-Qur'an, ilmu Tafsir, Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, Ilmu Filsafat dan sebagainya.
Zaid termasuk seorang yang disegani dan dihormati, baik dari kalangan umum maupun para ulama, meskipun para ulama ada perbedaan pendapat dengan Zaid.
Zaid pernah menjadi guru Imam Abu Hanifah selam 2 tahun.
Pokok-pokok pemikiran Zaid bin Ali Zainal Abidin, adalah :
1. Mengenai sanad hadits yang beliau utamakan adalah yang berasal dari Ahli Bait.
2. Beliau berpendapat bahwa khalifah, bukan menjadi suatu jabatan yang harus turun temurun, tetapi khalifah yang paling baik adalah yang diangkat melalui musyawarah dan kalau ada mengutamakan keturunan Fatimah.
3. Beliau menentang keyakinan yang berhubungan dengan munculnya Imam Mahdi, pada waktu akan datang hari kiamat.
4. Setiap kaum muslimin diwajibkan untuk beramal ma'ruf nahi munkar, karena itu beliau berperang dengan pemerintahan Ammawiyyah, yang akhirnya Zaid terbunuh.
5. Orang yang berdosa besar, diletakkan antara kufur iman yang disebut fasik.
6. Manusia berkemampuan berikhtiar dan bertindak sesuai dengan kemampuannya.
7. Hanya para Rasul dan Nabi yang mempunyai mukjizat, sedangkan para imam tidak.
Karya-karyanya
Fatwa-fatwa atau kumpulan pendapat-pendapat Zaid, ia tulis dalam kitab yang diberi nama Al-Majmu', yang didalamnya meliputi hadits, tafsir, dan fiqh. Isi kitab ini banyak persamaannya dengan fatwa Imam Hanafi, Maliki, dan Syafi'i serta Ahmad bin Hanbal, karena sama-sama bersumber pada Al-Qur'an, Hadits, dan pendapat para sahabat.
Yang ikut serta mengembangkan Madzhab atau golongan Zaid adalah Abu Khalid 'Amar wafat tahun 150 H. Pengembangannya melalui buku-buku yang dikumpulkannya.
Kitab Majmu' terdiri dari dua, yaitu :
1. Al-Majmu' dalam bidang Hadits
2. Al-Majmu' dalam bidang Fiqh
Kedua buku tersebut dikumpulkan oleh Abu Khalid 'Amar bin Khalid Al-Washiti dan kedua kitiab ini menjadi pegangan golongan Zaidiyah. Akhirnya kitab Al-Majmu' itu disyarahkan oleh Syarafuddin Al-Husen bin Ahmad bin Husen wafat tahun 1221 H.
Syarah Al-Majmu' dinamakan Ar-Raudhun Nadhir Syekh Al-Majmu'Jamul Kabir (Al Mu'jamul Kabir).
Madzhab Zaidiyah berkembang di Yaman dan dibagian selatan semenanjung Arab.
Sedangkan Madzhab Syi'ah yang lain tidak banyak melibatkan diri dalam pembicaraan Madzhab Fiqh, kecuali dikenal dalam kancah politik dan kalam.
Guna mengingat lebih lanjutnya tentang Imam Madzhab yang empat, kita tinjau dari segi lahirnya adalah :
1. Abu Hanifah lahir tahun 80 Hijriah.
2. Malik bin Anas lahir tahun 93 Hijriyah.
3. Imam Syafi'i lahir tahun 150 Hijriyah.
4. Ahmad bin Hanbal lahir tahun 164 Hijriyah.
اوليه مديس ألبتاوى
www.majlas.yn.lt